|

Anggap Fee Manajemen Legal, PT MJP Disanjung bak Pahlawan

Jumpa pers DKP3 Kabupaten Sekadau danp erwakilan PT MJP soal fee manajemen 5 persen

,SEKADAU (Suara Sekadau) – Pemkab Sekadau melalui Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) akhirnya buka suara soal polemik fee manajemen PT Multi Jaya Perkasa (Gunas Group). Jum’at (17/11) sore kemarin, dilakukan sesi jumpa pers yang juga dihadiri oleh pihak PT MJP yang diwakili oleh Erwan dan Surato.

Kepala DKP3 Kabupaten Sekadau, Sandae mengatakan Gunas Group yang mengambil alih PT MJP pada tahun 2008 telah berjasa besar meningkatkan taraf hidup petaninya. Sebab, sebelum diambil alih, kondisi PT MJP secara keseluruhan terbilang memprihatinkan, bahkan hampir kolaps.

“Dulu ada guyonan masyarakat yang bilang MJP itu akronim dari ‘Makan Jak Payah’. Penghasilan petani minim, kebun plasma tidak ada harga, bahkan banyak plasma yang dijual dengan harga murah. Pekerja juga banyak yang berhenti. Tapi sekarang lihat sendiri, kebun plasma saja harganya mencapai seratus juta rupiah per kavling. Artinya kita bersyukur PT MJP ini diambil alih sehingga ekonomi petani jadi lebih baik,” ujar Sandae.

Sandae menambahkan, ketika Gunas Group membeli PT MJP beserta segudang problemanya, mereka dihadapkan dengan tuntutan untuk membalikkan kondisi perusahaan agar lebih baik. Untuk itu, diperlukan biaya dalam jumlah besar. Dalam prosesnya, Gunas Group mengeluarkan dana sebagai talangan untuk membiayai perbaikan kebun agar lebih layak. Dana inilah yang akhirnya harus dikembalikan oleh petani lewat potongan yang berjudul fee manajemen 5 persen itu.

“Sebenarnya menurut saya ini bukan fee manajemen namanya, tapi pengembalian uang talangan rehabilitasi kebun. Supaya kebun layak dikonversi menjadi plasma oleh tim teknis,” tutur Sandae.

Potongan fee 5 persen itu, lanjut Sandae, juga sudah melalui kesepakatan dengan petani tiap-tiap SP. “Ini ada kesepakatannya salah satunya di SP V. Salah satu bunyi kesepakatannya, petani bersedia mendukung investor baru dan siap dipotong fee manajemen,” beber Sandae.

Menurut Sandae, PT MJP yang sekarang ini tidak lagi menganut pola PIR Trans sebagaimana diatur oleh Inpres Nomor 1 tahun 1986, setelah diambil alih oleh Gunas Group. Artinya, pola tersebut otomatis gugur karena PT MJP sudah diambil alih oleh perusahaan lain yang menerapkan pola berbeda.

“Saya pikir kalau berbicara legal atau tidak, setelah diambil alih oleh Gunas kan bukan PIR Trans lagi statusnya itu,” ucapnya.


Terkait isu yang berkembang akhir-akhir ini tentang potongan tersebut, Sandae menyebut itu merupakan ulah oknum yang mengatasnamakan petani. “Petani tidak ada yang komplain,” yakin Sandae.

Perwakilan PT MJP, Erwan juga mengaku potongan tersebut sudah melalui kesepakatan dengan petani. Ia juga mengklaim potongan tersebut sudah diketahui oleh bank penyandang dana.

“Menyepakatinya dengan petani. Tapi ini bukan berarti tidak melibatkan bank, bank mengetahui. Tapi bank tidak bias memasukkan ini kedalam kredit. Bayar 5 persen ini gunanya untuk memperbaiki kebun yang sudah jadi hutang., membuat sertifikat. Karena kan belum konversi plasmanya,” kata Erwan.

Erwan mengungkapkan, sebenarnya Gunas Group membeli PT MJP dengan terpaksa, lengkap dengan masalah-masalahnya. Persoalan terberat yang dihadapi saat itu yakni meningkatkan produksi. Karena, kata Erwan, jika dibiarkan maka kebun plasma akan menjadi bom waktu.

“Makanya waktu itu musyawarah dengan petani. Yang penting bagi kami petani tidak apalah dipotong 5 persen itu, yang penting kebun menghasilkan,” jelasnya.

Ditanya soal legal atau tidaknya potongan tersebut, Erwan dengan lantang menjawab potongan itu legal. Dasarnya, kata dia, adalah kesepatakan dengan petani.

“Luar biasa kebaikan MJP ini untuk petani. Kalau dibilang pahlawan, ya bisa dikatakan begitu,” ucapnya.

Penulis : Benidiktus G Putra
Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini